Selasa, 26 April 2011

PSIKOLOG PENDIDIKAN & PSIKOLOG SEKOLAH

Kadang kita selalu mengartikan bahwa psikolog sekolah itu selalu sama dengan psikolog pendidikan. Namun ternyata dua hal tersebut bukanlah bidang yang sama. Psikolog sekolah memiliki tugas atau berkecimpung dalam dunia sekolah dimana mengurus atau menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan kondisi psikologis murid yang tidak bisa terselesaikan seperti depresi ataupun frustasi pada murid. Selain itu, psikolog sekolah juga berperan untuk menilai profesionalisme guru dalam mendidik siswa. Hal tersebut diharapkan agar psikolog sekolah mampu untuk mengembangkan mutu pendidikan sekolah tersebut agar terjalin proses keefektivan belajar mengajar antara guru dan murid.


Lalu bagaimana hal nya dengan psikolog pendidikan? Psikolog pendidikan, memiliki batasan tertentu dalam menjalankan tugasnya. Seorang psikolog pendidikan mendalami bagaimana para siswa belajar dengan menyesuaikan antara teori pelajaran dengan kemampuan yang telah dimilikinya, mengenai proses belajar yaitu tahapan peristiwa yang dilalui siswa dalam pembelajaran dan mengenai situasi belajar, yaitu kondisi fisik dan nonfisik yang akan dijalani siswa dalam proses pembelajaran.


Jadi, seorang psikolog pendidikan berperan dalam hal yang umum saja dalam proses pendidikan. seperti masalah kurikulum, situasi pendidikan, dan hal-hal apa saja yang dapat menunjang siswa dalam proses pembelajaran. lain halnya dengan psikolog sekolah. Psikolog sekolah menjalani hal yang lebih khusus lagi dalam pendidikan. Seperti masalah kejiwaan siswa dalam suatu sekolah.


Adapun peran dari psikolog sekolah yaitu :
1. berkonsultasi pada murid tentang masalah yang mereka hadapi.

2. berkonsultasi pada orang tua mereka tentag apa yang terjadi pada anak nya.
3. berkonsultasi serta memberikan solusi yang tepat pada guru atau pendidik bagaimana cara mengajar mereka pada murid.
4. memberikan solusi terhadapp masalah pembelajaran di sekoalah, dana sebagainya.


Sedangkan peran psikolog pendidikan antara lain, yaitu :

1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.

Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.

2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.

Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.

3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.

Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.

4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.

Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.

5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.

Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.

6. Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.

Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.

7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.

Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.





Selasa, 19 April 2011

KONTRIBUSI PSIKOLOGI TERHADAP PENDIDIKAN



Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sudah sejak lama bidang psikologi pendidikan telah digunakan sebagai landasan dalam pengembangan teori dan praktek pendidikan dan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pendidikan, diantaranya terhadap pengembangan kurikulum, sistem pembelajaran dan sistem penilaian.
1. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana input, proses dan output pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya.
Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metode penyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang pada intinya menekankan pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis terutama berkenaan dengan aspek-aspek:(1) kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks; (2) pengalaman belajar siswa; (3) hasil belajar (learning outcomes), dan (4) standarisasi kemampuan siswa
2. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran.
 Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
1. Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
 2. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
 3. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
 4. Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
 5. Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
 6. Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
 7. Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
 8. Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
 9. Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
 10. Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
 11. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
 12. Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
 13. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.
3. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya.
 Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.
Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.



Rabu, 13 April 2011

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS LAYAK UNTUK MENERIMA PENDIDIKAN



MENURUT data Indonesian Society for Special Needs Education (ISSE) -- lembaga yang fokus memperhatikan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia --, sekira 2,6 juta lebih anak berkebutuhan khusus (special needs) usia sekolah di Indonesia. Dari jumlah tersebut, yang masuk ke sekolah khusus hanya mencapai sekira 48 ribu orang, atau 1,83% saja. Artinya, ada lebih dari 98% anak berkebutuhan khusus belum dilayani haknya atas pendidikan.


Oleh karena itu, pemerintah kemudian memperkenalkan program inklusif anak-anak berkebutuhan khusus tidak hanya bisa bersekolah di sekolah luar biasa (SLB) tetapi dapat pula diterima di sekolah umum. Namun, untuk itu, tentu saja perlu berbagai persiapan di sekolah umum tersebut sehingga proses belajar anak berkebutuhan khusus dapat terpenuhi sekaligus tidak mengganggu proses belajar anak-anak lainnya.

Selain butuh sumber daya manusia pendidik yang mengerti cara menangani anak-anak berkebutuhan khusus, sekolah perlu pula memiliki berbagai perlengkapan fisik sebagai alat bantu belajar. Mungkin, itu sebabnya hingga kini belum banyak sekolah umum memiliki program inklusif.

Berikut wawancara dengan Kepala Sekolah Dasar 9 Mutiara Bandung Alva Handayani, belum lama ini. SD 9 Mutiara Bandung merupakan salah satu sekolah umum yang menerima anak-anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini masih dikhususkan pada anak-anak penderita autisme.

Seperti apa sih anak-anak berkebutuhan khusus?

Mereka adalah anak-anak yang memiliki keterbatasan intelektual, emosi, dan sosial. Jadi, bukan hanya keterbatasan fisik karena ada anak-anak yang terbatas secara sosial tetapi tidak cacat fisik. Tetapi, jangan juga para orang tua melakukan deteksi terlalu dini sehingga menilai secara gampang anak-anaknya yang hiperaktif atau cenderung tidak banyak bersosialisasi sebagai anak dengan kebutuhan khusus.

Mereka butuh pendidikan khusus kan?

Anak-anak yang memiliki keterbatasan itu memerlukan penanganan khusus. Selama ini, jalur pendidikan yang ada untuk mereka biasanya sekolah luar biasa (SLB) atau terapi-terapi di luar sekolah. Masyarakat kita masih menganggap pendidikan formal sebagai segala-galanya. Masalahnya, bagi sebagian orang tua, SLB sebagai jalur pendidikan formal masih dipandang "menakutkan". Di sisi lain, terapi di luar sekolah seringkali tidak memasukan unsur akademik bagi sang anak. Para orang tua seringkali kebingungan harus bagaimana, padahal mereka tidak hanya memikirkan bagaimana menangani keterbatasan anak-anak itu, tetapi juga memikirkan masa depan mereka.

**

SELAIN memegang profesi baru sebagai kepala SD, Alva Handayani dikenal pula sebagai psikolog perkembangan anak dan remaja. Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung (Unisba) ini pernah menjadi pengisi rubrik psikologi di sejumlah radio di Bandung. Kini, dia terlibat di rubrik konsultasi psikologi remaja untuk Radio Ninetyniners FM Bandung, serta pimpinan lembaga konsultasi dan manajemen Sumber Daya Manusia Open Mind yang baru-baru ini ditunjuk menyeleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung.

**

Sekolah umum bisa menerima anak-anak dengan kebutuhan khusus ini?

Bisa, tetapi memang ada tingkatan-tingkatan tertentu. Bagi yang masuk kategori berat tentu butuh penanganan lebih khusus lagi, dan program seperti ini di sekolah umum pun tidak berarti akan meniadakan fungsi SLB. Mereka yang masih belum termasuk tingkat berat, tidak semua fungsi tubuhnya terganggu. Ada fungsi-fungsi yang masih bisa dioptimalkan, di sana para guru termasuk guru pendamping khusus mereka, memainkan perannya.

Bagaimana teknisnya?

Anak-anak berkebutuhan khusus itu digabung bersama dengan anak-anak lainnya, tetapi mereka memiliki guru pendamping khusus. Contoh kasus di sekolah kami, setiap kelas bisa menerima dua anak dengan kebutuhan khusus, setiap anak itu akan didampingi seorang guru khusus. Kami menamakannya individualized education program, guru pendamping diambil dari yang berkualifikasi psikologi atau pendidikan luar biasa (PLB).

Tidak mengganggu proses belajar anak-anak lain?
Anak-anak ini tidak sepenuhnya ikut di dalam kelas umum, tetapi punya ruang dan waktu khusus juga untuk mereka sendiri. Penggabungan ini membantu proses sosialisasi, baik untuk anak berkebutuhan khusus maupun anak umum. Keuntungan bagi anak umum, mereka bisa belajar toleransi terhadap perbedaan. Anak-anak umum itu diajarkan bahwa perbedaan semacam itu ada di masyarakat, diharapkan secara psikologis juga memberi dampak positif sehingga anak umum tidak menuntut terlalu banyak kepada orangtua atau bisa saling menghargai.

Sumber :  


Kamis, 07 April 2011

FENOMENA PENDIDIKAN

M. Fadly Sembiring (10-006)

pembahasan kali ini, kami akan mengungkap fenomena di Indonesia yang berkaitan dengan pendidikan. pendidikan di Indonesia pada awalnya didasari oleh pendidikan yang diterapkan dalam lingkungan keluarga. dimana keluarga mengajarkan moral yang nantinya akan diterapkan anak dan menjadi dasar kepribadiannya pada masa dewasa kelak.

keluarga memiliki peran penting dalam mendidik anaknya. bagaimanapun sifat seorang anak tentunya dapat dilihat dari prilaku keluarganya. keluarga berhak mengawasi apa saja yang boleh dilakukan si anak dan yang tidak boleh dilakukannya. biasanya keluarga selalu mengajarkan morl tersebut berdasarkan peraturan agamanya masing-masing.

begitu juga dengan pendidikan yang diberikan sekolah. pendidikan tersebut penting untuk meningkatkan moral anak atau perkembangan prilakunya di masyarakat kelak. peningkatan moral yang diberikan sekolah, nantinya akan diterapkan anak dalam lingkungannya yang pastinya juga akan dibantu pengaplikasiannya oleh orang tua. 
contohnya saja, apabila seorang anak diberikan pendidikan tentang tata krama yang umum seperti berdoa ketika ingin makan, menjenguk tetangga atau teman yang sakit, saling menghargai satu sama lain, tentunya saja hal ini akan aplikasikan di lingkungan sekitar rumah yang nantinya akan meningkat ke aspek yang lain.

lalu bagaimana dengan fenomena yang terjadi seperti yang kita lihat beberapa fenomena yang marak di negara kita. contohnya saja, pelecehan seksual yang sering dilakukan guru kepada anak muridnya. tentu saja dalam hal ini orangtua berperan penting untuk memulihkan keadaan sia anak. orang tua lebih ditekankan untuk senantiasa menjaga dan mengawasi sia anak agar tidak terpengaruh dan tidak terjerumus ke lubang yang salah.

dalam psikologi pendidikan, pendidikan yang paling banyak berperan penting dalam pembentukan moral anak  menurut kelompook kami adalah keluarga. keluarga yang pertamma kali menanamkan moral yang nantinya juga akan menjadi fondasi kepribadian anak. begitu juga dengan pendidikan yang diberikan oleh sekolah, pendidikan tersebut tidak akan berjalan apabila keluarga tidak berperan dalam pengaplikasiannya di kehidupan sehari-hari anak.

apabila lingkungan keluarga baik, maka baik juga anak tersebut. namun, apabila lingkungannya buruk, buruk jugalah anak tersebut walaupun sang anak telah mendapatkan pelajaran yang baik dari lngkungan sekolah.
sekian hasil diskusi kami, apabila terdapat kekurangan kami minta maaf yang sebesar-besarnya.